![]() |
Kesultanan Cirebon |
Penyebaran agama Islam di Jawa Barat dilakukan oleh Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Ia menyiarkan agama Islam ke daerah-daerah
pedalaman, seperti ke Majalengka, Kuningan, Ciamis, Sunda Kelapa, dan Banten.
Setelah Kerajaan Pajajaran menjalin kerja sama dengan Portugis, Syarif
Hidayatullah meningkatkan kegiatan penyiaran agama Islam di Jawa Barat.
Menurut naskah Purwaka
Caruban Nagari, pada 1570 M Syarif Hidayatullah wafat dan dimakamkan di
Desa Astana, daerah Gunung Jati, Cirebon. Syarif Hidayatullah sampai sekarang
dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Sepeninggalnya, Kesultanan Cirebon dipimpin
oleh cucunya, Pangeran Ratu (Panembahan Yusuf). Pada masa pemerintahan Pangeran
Ratu Kesultanan Cirebon berada dalam pengaruh kekuasaan Kerajaan Mataram Islam.
Sepeninggal Pangeran Ratu, kedudukannya digantikan oleh
putranya, Panembahan Girilaya (1650-1662 M). Setelah itu, Kesultanan Cirebon
diperintah oleh kedua putranya, Martawijaya (Panembahan Sepuh) dan Kartawijaya
(Panembahan Anom).
Panembahan Sepuh memimpin Kesultanan Kesepuhan dan bergelar
Syamsuddin. Sementara Panembahan Anom memimpin Kesultanan Adom dan bergelar
Badruddin. Perpecahan di antara keluarga kesultanan tersebut sangat melemahkan
Kesultanan Cirebon dan menyebabkan Kesultanan Cirebon berada di bawah pengaruh
VOC. Sepeninggal Panembahan Sepuh, pada 1697 M, terjadi perebutan kekuasaan.
Keadaan tersebut dimanfaatkan oleh VOC untuk merebut Cirebon. Berdasarkan
Perjanjian Kartasura (1705 M) Kesultanan Cirebon berada dalam pengawasan VOC.
Letak Kesultanan Cirebon sangat strategis karena berada di
daerah pantai dan merupakan perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sebagai
daerah pantai, Cirebon mendapat pemasukan dari perikanan dan tambak. Kesultanan
Cirebon merupakan kesultanan Islam yang bercorak maritim. Sebagai daerah
transito, Cirebon dikenal sebagai kota pelabuhan terbesar di Jawa Barat.
Sebagai pusat pendidikan, Cirebon banyak dikunjungi oleh orang-orang dari
berbagai daerah yang ingin belajar agama Islam. Kesultanan Cirebon juga
memperoleh pemasukan dari pelayaran, perdagangan, pertanian, peternakan, dan
kerajinan tangan.
Kesultanan Cirebon banyak meninggalkan sumber sejarah,
seperti naskah kuno, batu nisan, kaligrafi, benda-benda pusaka, dan bangunan
keratin. Naskah-naskah kuno peninggalan sejarah Kesultanan Cirebon umumnya
ditulis oleh para pujangga dan keturunan Sultan Cirebon. Naskah tertua adalah
Negara Kertabhumi karangan Pangeran Wangsakerta.
Sumber : Buku Sejarah karangan Nana Supriatna
Kesultanan Cirebon
4/
5
Oleh
Yusri Triadi