Sunday, November 13, 2016

Kerajaan Demak

Kerajaan Demak
Kerajaan Demak

Raden Patah tampil sebagai raja pertama Kerajaan Demak. Ia menaklukkan Kerajaan Majapahit dan memindahkan seluruh benda upacara dan pusaka Kerajaan Majapahit ke Demak. Tujuannya, agar lambang Kerajaan Majapahit tercermin dalam Kerajaan Demak.

Sebelum membangun Kerajaan Demak, Raden Patah membuka pondok pesantren di Desa Glagah Wangi, Jepara. Usahanya itu ternyata berhasil dan mempunyai banyak pengikut. Bintoro kemudian berkembang menjadi pusat pendidikan agama Islam dan pusat Kesultanan islam Demak.

Kerajaan Demak menjalankan sistem pemerintahan teokrasi, yaitu pemerintahan yang berdasarkan pada agama Islam. Kerajaan Demak memperluas kekuasaannya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan pesisir Pulau Jawa, seperti Lasem, Tuban, Sedayu, Gresik, Cirebon dan Banten.

Pada masa sultan kedua, Sumangsang, Demak telah berdiri sebagai kesultanan yang mandiri. Pada 1513 M, pasukan Kerajaan Demak dengan dimimpin oleh sultan ketiganya, yaitu Pati Unus (1507-1521 M) menyerang Malaka. Serangan tersebut dimaksudkan untuk mengusir Portugis dari Malaka. Walaupun mengalami kegagalan, serangan tersebut dapat melemahkan Portugis. Itulah sebabnya Pati Unus dijuluki sebagai Pangeran Sabrang Lor, yang artinya pangeran yang menyeberang ke utara.

Sementara itu, Portugis kembali menaklukkan Samudera Pasai dan bermaksud menduduki Pelabuhan Sunda Kelapa. Menghadapi ancaman Portugis tersebut, Sultan Trenggono memperkuat pasukannya. Pada waktu itu seorang ulama terkemuka Pasai, Fatahillah dapat meloloskan diri dari kepungan orang-orang Portugis dan bersembunyi di Kerajaan Demak. Kedatangan Fatahillah disambut baik oleh Sultan Trenggono, bahkan dianggat menjadi Panglima Perang Kerajaan Demak. Selain itu, Fatahillah dinikahkan dengan adik perempuannya.

Selanjutnya, Fatahillah diberi tugas oleh Sultan Trenggono untuk menggagalkan rencana Portugis menduduki Sunda Kelapa. Pada 1522 M, armada Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Fatahillah dapat merebut Sunda Kelapa. Kemenangan itu dirayakan dengan mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang artinya kemenangan abadi. Peristiwa itu terjadi pada 22 Juni 1522.

Pada 1546 M, dalam usaha menaklukkan Blambangan, Sultan Trenggono gugur. Sepeninggal Sultan Trenggono, Kerajaan Demak dilanda kekacauan akibat terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran Prawoto (putra Sultan Trenggono) dengan Arya Penangsang (putra Pangeran Sekar Seda).

Namun, kemudian Arya Penangsang tewas dibunuh Raden Adiwijaya yang terkenal dengan nama Joko Tingkir. Ia kemudian diangkat menjadi Sultan Demak. Ia memindahkan ibu kota kesultanan ke Pajang (1568 M). Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Kerajaan Demak. Daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan Demak, seperti Banten, Cirebon, Tuban, Gresik dan Surabaya melepaskan diri dari kekuasaan Demak.

Pada masa kejayaannya, Kerajaan Demak tumbuh dan berkembang menjadi kesultanan yang bercorak Islam pertama di Pulau Jawa. Daerah kekuasaannya sangat luas serta rakyatnya hidup makmur dan sejahtera. Pada waktu itu, Demak menguasai kota-kota penting di Pulau Jawa. Aktivitas pertanian, perdagangan, dan pelayaran berjalan baik. Kerajaan Demak dikenal sebagai negara agraris yang subur. Hasil buminya terutama beras dipasarkan ke berbagai kota pelabuhan di Nusantara. Perkembangan ekonomi inilah yang mendorong Kerajaan Demak dapat membangun armada laut yang kuat.

Kebudayaan yang berkembang di Kerajaan Demak bercorak Islam. Hal tersebut tampak dari peninggalan-peninggalan sejarahnya berupa masjid, makam, batu nisan, kitab suci Al-Quran, kaligrafi dan karya sastra. Sampai sekarang pun Demak dikenal sebagai pusat pendidikan agama Islam.



Sumber : Buku Sejarah karangan Nana Supriatna
Kerajaan Demak
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.