Sunday, November 13, 2016

Kesultanan Malaka

Kesultanan Malaka
Kesultanan Malaka

Kesultanan Malaka yang semula tumbuh di sekitar Pelabuhan Malaka berkembang menjadi kesultanan Islam yang paling berpengaruh di sekitar Selat Malaka (Sumatera dan Semenanjung Malaka). Pertumbuhan kesultanan tersebut dipengaruhi oleh ramainya perdagangan internasional Samudera Hindia, Selat Malaka, Laut Cina Selatan, dan perairan Nusantara yang dilakukan oleh para pedagang Islam.

Menurut versi sejarah Melayu dan Majapahit, kesultanan tersebut didirikan oleh seorang pangeran dari Majapahit bernama paramisora. Setelah terjadi perang saudara di Majapahit, yaitu perang Paregreg (1401-1406 M), pangeran ini melarikan diri ke Tumasik (sekarang Singapura) dan kemudian ke Malaka. Di kota ini, dia bersama pengikutnya membangun Malaka dan mengembangkannya menjadi pelabuhan penting di Selat Malaka.

Bersamaan dengan tumbuhnya Malaka sebagai perlabuhan yang ramai, Paramisora menjadikan Malaka sebagai satu kesultanan dan dia sendiri sebagai sultannya yang pertama. Setelah memeluk Islam, dia mengganti namanya dengan nama Islam yaitu Iskandar Syah. Sultan pertama ini digantikan oleh Muhammad Iskandar Syah (1414-1424 M), Sultan Mansur Syah (1458-1477 M), Sultan Alaudin Syah (1477-1488 M), dan Sultan Mahmud Syah (1488-1511). Kesultanan tersebut mengalami keruntuhan setelah direbut oleh bangsa Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque pada 1511 M.

Beeberapa wilayah sekitar Kesultanan Malaka, seperti Pahang, Indragiri, Kampar, Tumasik, Sumatera Utara serta Aceh berada di bawah pengaruhnya. Selama kurang lebih satu abad, kesultanan tersebut memiliki pengaruh politik atas kesultanan-kesultanan kecil di sekitar Selat Malaka. Hubungan politik dan dagang dengan Gujarat, Cina dan Benggala serta pelabuhan-pelabuhan di Jawa terpelihara dengan baik.

Pada masa kejayaannya, para pedagang Indonesia banyak yang berlabuh di Pelabuhan Malaka dan mengadakan transaksi dagang dengan pedagang dari Arab, Persia, Gujarat, Benggala, dan Cina. Kegiatan perdagangan yang dijalankan di Malaka, antara lain sultan dan pejabat tinggi kesultanan terlibat dalam kegiatan dagang; pajak bea cukai yang dikenakan pada setiap barang dibedakan atas asal barang; pedagang memasukkan modal dalam barang dagangan yang diangkut dengan kapal untuk dijual ke negeri lain dan pedagang menitipkan barang kepada nahkoda yang akan membagi keuntungannya dengan pedagang yang akan membagi keuntungannya dengan pedagang yang member modal; pengaturan perdagangan melalui undang-undang, misalnya, syarat-syarat sebuah kapal untuk berlayar, nama-nama jabatan dan tanggung jawabny, serta saat berlabuhnya kapal di pelabuhan; dan komunikasi perdagangan menggunakan bahasa Melayu, terutama bagi bangsa-bangsa yang berasal dari kawasan Nusantara.

Sistem birokrasi dan feodalisme sultan, pembesar, dan golongan bangsawan melemahkan Malaka di bidang politik dan pertahanan. Mereka menjadi lupa akan pertahanan negara sehingga ketika bangsa Portugis datang dan berambisi menaklukkan kekuatan-kekuatan Islam, Malaka tidak memiliki persiapan untuk menghadapinya. Dengan mudah Kesultanan tersebut dapat ditaklukkan bangsa Portugis pada 1511 M.



Sumber : Buku Sejarah karya Nana Supriatna
Kesultanan Malaka
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.