![]() |
Kesultanan Malaka |
Kesultanan Malaka yang semula tumbuh di sekitar Pelabuhan
Malaka berkembang menjadi kesultanan Islam yang paling berpengaruh di sekitar
Selat Malaka (Sumatera dan Semenanjung Malaka). Pertumbuhan kesultanan tersebut
dipengaruhi oleh ramainya perdagangan internasional Samudera Hindia, Selat
Malaka, Laut Cina Selatan, dan perairan Nusantara yang dilakukan oleh para
pedagang Islam.
Menurut versi sejarah Melayu dan Majapahit, kesultanan
tersebut didirikan oleh seorang pangeran dari Majapahit bernama paramisora.
Setelah terjadi perang saudara di Majapahit, yaitu perang Paregreg (1401-1406
M), pangeran ini melarikan diri ke Tumasik (sekarang Singapura) dan kemudian ke
Malaka. Di kota ini, dia bersama pengikutnya membangun Malaka dan mengembangkannya
menjadi pelabuhan penting di Selat Malaka.
Bersamaan dengan tumbuhnya Malaka sebagai perlabuhan yang
ramai, Paramisora menjadikan Malaka sebagai satu kesultanan dan dia sendiri
sebagai sultannya yang pertama. Setelah memeluk Islam, dia mengganti namanya
dengan nama Islam yaitu Iskandar Syah. Sultan pertama ini digantikan oleh
Muhammad Iskandar Syah (1414-1424 M), Sultan Mansur Syah (1458-1477 M), Sultan
Alaudin Syah (1477-1488 M), dan Sultan Mahmud Syah (1488-1511). Kesultanan
tersebut mengalami keruntuhan setelah direbut oleh bangsa Portugis di bawah
pimpinan Alfonso d’Albuquerque pada 1511 M.
Beeberapa wilayah sekitar Kesultanan Malaka, seperti Pahang,
Indragiri, Kampar, Tumasik, Sumatera Utara serta Aceh berada di bawah
pengaruhnya. Selama kurang lebih satu abad, kesultanan tersebut memiliki
pengaruh politik atas kesultanan-kesultanan kecil di sekitar Selat Malaka.
Hubungan politik dan dagang dengan Gujarat, Cina dan Benggala serta
pelabuhan-pelabuhan di Jawa terpelihara dengan baik.
Pada masa kejayaannya, para pedagang Indonesia banyak yang
berlabuh di Pelabuhan Malaka dan mengadakan transaksi dagang dengan pedagang
dari Arab, Persia, Gujarat, Benggala, dan Cina. Kegiatan perdagangan yang
dijalankan di Malaka, antara lain sultan dan pejabat tinggi kesultanan terlibat
dalam kegiatan dagang; pajak bea cukai yang dikenakan pada setiap barang
dibedakan atas asal barang; pedagang memasukkan modal dalam barang dagangan
yang diangkut dengan kapal untuk dijual ke negeri lain dan pedagang menitipkan
barang kepada nahkoda yang akan membagi keuntungannya dengan pedagang yang akan
membagi keuntungannya dengan pedagang yang member modal; pengaturan perdagangan
melalui undang-undang, misalnya, syarat-syarat sebuah kapal untuk berlayar,
nama-nama jabatan dan tanggung jawabny, serta saat berlabuhnya kapal di
pelabuhan; dan komunikasi perdagangan menggunakan bahasa Melayu, terutama bagi
bangsa-bangsa yang berasal dari kawasan Nusantara.
Sistem birokrasi dan feodalisme sultan, pembesar, dan
golongan bangsawan melemahkan Malaka di bidang politik dan pertahanan. Mereka
menjadi lupa akan pertahanan negara sehingga ketika bangsa Portugis datang dan
berambisi menaklukkan kekuatan-kekuatan Islam, Malaka tidak memiliki persiapan
untuk menghadapinya. Dengan mudah Kesultanan tersebut dapat ditaklukkan bangsa
Portugis pada 1511 M.
Sumber : Buku Sejarah karya Nana Supriatna
Kesultanan Malaka
4/
5
Oleh
Yusri Triadi