Sunday, November 13, 2016

Kesultanan Samudera Pasai

Kesultanan Samudera Pasai
Kesultanan Samudera Pasai

Sejak 1283 M, Samudera Pasai dikuasai oleh Nazimuddin Al-Kamil yang kemudian membangun sebuah kerajaan bercorak Islam. Marah Silu diangkat menjadi raja Samudera Pasai dengan gelar Sultan Malik al-Saleh (1290-1297 M). Pada 1297 M, Sultan Malik al-Saleh digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad Malik al-Taher. Sultan Samudera Pasai berikutnya ialah Sultan Ahmad dan Sultan Zainul Abidin.

Sistem pemerintahan di Kesultanan Samudera Pasai bersifat teokrasi, artinya pemerintahan yang berdasarkan agama Islam. Sultan-sultan Pasai menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan-kerajaan di luar negeri seperti dengan Campa (India), Cina, dan Malaka. Dengan Kerajaan Majapahit juga dijalin hubungan kerja sama yang akrab.

Disebutkan bahwa Sultan Samudera Pasai, Zainul Abidin pada 1511 M melarikan diri dan berlindung di Kerajaan Majapahit. Ternyata, ia mempunyai hubungan keluarga dengan penguasa Kerajaan Majapahit. Itulah sebabnya hubungan kekerabatan antara penguasa Kesultanan Samudera Pasai dan penguasa Kerajaan Majapahit terbina cukup baik. Menurut berita Cina disebutkan bahwa dalam pertengahan abad ke-15 M Kesultanan Samudera Pasai mengirimkan utusan ke negeri Cina. Hal ini berarti hubungan diplomatic antara Kesultanan Samudera Pasai dengan kerajaan-kerajaan lain di luar Nusantara telah terjalin.

Sebelum menjadi kesultanan Islam, Samudera Pasai pada mulanya merupakan kota pelabuhan terpenting di Nusantara. Sebelumnya, kota pelabuhan tersebut berada dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit. Namun, karena Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran, pengawasan terhadap Samudera Pasai menjadi terbengkalai. Para pembesar Samudera Pasai kemudian memanfaatkan kesempatan tersebut dengan mendirikan kerajaan yang bercorak Islam atau kesultanan.

Secara politik, pendirian kesultanan itu sangat menguntungkan dalam menghadapi persaingan dagang dengan Malaka dan Siam. Sejak saat itu, para pedagang dari India, Mala, Cina, Tuban, Gresik, Pelembang, dan daerah-daerah lain berdatangan ke Samudera Pasai. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, para pedagang tersebut tidak mau lagi berdagang di sana. Mereka memilih berdagang di Samudera Pasai dan kota-kota pelabuhan lainnya. Itulah sebabnya, kegiatan perdagangan dan pelayaran di Samudera pasai menjadi ramai. Dalam waktu singkat, Samudera Pasai berkembang menjadi pusat perdagangan dan pusat kekuasaan Islam di Indonesia.

Menurut catatan Ibnu Batutah, Samudera Pasai merupakan kota pelabuhan terpenting di Sumatera. Kapal-kapal dagang dari Cina dan India banyak yang singgah untuk membongkar dan memuat barang-barang dagangan. Para pedagang Nusantara pun banyak yang ikut berdagang di Samudera Pasai.

Peninggalan sejarah Kesultanan Samudera Pasai telah banyak ditemukan, seperti bekas istana, batu nisan, masjid, dan naskah-naskah kesusastraan. Di daerah bekas lokasi Kesultanan Samudera Pasai banyak ditemukan makam sultan-sultan dan tokoh-tokoh Islam. Makam Sultan Malik al-Saleh yang meninggal pada 676 M juga ditemukan di sana. Jirat-jirat yang terdapat di tempat pemakaman sultan-sultan Samudera Pasai didatangkan dari India.

Menurut sumber sejarah diketahui bahwa istana Kesultanan Samudera Pasai telah disusun dan diatur menurut seni budaya India. Bahkan, di antara para pembesar kesultanan ada yang berasal dari Persia (Iran) dan seorang patihnya bergelar Amir. Ini menunjukkan sistem dan struktur social masyarakat Kesultanan Samudera Pasai sangat dipengaruhi oleh agama Islam.



Sumber : Buku Sejarah karya Nana Supriatna
Kesultanan Samudera Pasai
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.