Sunday, November 20, 2016

Kerajan Tarumanagara

Kerajan Tarumanagara
Kerajan Tarumanagara

Bukti sejarah adanya Kerajaan Tarumanagara adalah ditemukannya tujuh buah prasasti peninggalan Raja Purnawarman. Prasasti-prasasti tersebut bertuliskan huruf Pallawa dalam bahasa Sanskerta yang ditulis dalam bentuk syair. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Kerajaan Tarumanagara berkembang tradisi Hindu-Buddha dari India. Adapun tujuh prasasti tersebut, yaitu Prasasti Ciaruteun dan Prasasti Kebon Kopi di Bogor; Prasasti Tugu; Prasasti Jambu di Bogor; Prasasti Muara Ciaruteun di Bogor; Prasasti Pasir Awi di Leuwiliang; Prasasti Munjul di Banten.

Keterangan adanya Kerajaan Tarumanagara diperoleh pula dari Cina. Menurut berita Cina bahwa negara Holo-tan (Aruteun) di Shepo (Jawa) pada 430 M, 437, dan 452 M pernah mengirimkan utusan ke negeri Cina. Dari berita tersebut diketahui bahwa nama asli Tarumanagara adalah Aruteun. Setelah pengaruh tradisi India masuk, nama Aruteun berubah menjadi Taruma (Tarumanagara).

Perubahan nama diperkirakan terjadi sekitar akhir abad ke-5 M. Sebab pada abad ke-6 M nama Aruteun tidak disebut-sebut lagi dan sebagai gantinya muncul nama Taruma. Menurut seorang pendeta Cina, I Tsing, bahwa sekitar abad ke-7 M di Pulau Jawa terdapat Kerajaan Mo-ho-sin yang diduga terletak di Pulau Jawa bagian barat.

Kehidupan social masyarakat Tarumanagara diberitakan sudah baik. Hal tersebut ditunjukkan oleh prasasti yang menyebutkan bahwa Purnawarman memberikan sedekah 1.000 ekor lembu kepada para Brahmana. Demikian pula pembuatan Sungai Gomati untuk mencegah banjir menunjukkan bahwa semangat gotong-royong dan rasa kesetiakawanan social pada masyarakat Tarumanagara sudah baik.

Menurut Fa-Hien, rakyat Tarumanagara yang memeluk agama Hindu dan Buddha jumlahnya masih sedikit, hanya terbatas pada lingkungan kerajaan, kaum bangsawan, dan para pedagang. Sebagian besar di antara mereka masih memeluk kepercayaan warisan dari nenek moyangnya. Hal tersebut disebabkan Kerajaan Tarumanagara belum lama menerima pengaruh agama dan tradisi Hindu-Buddha.

Berita dari Cina juga menyebutkan bahwa Kerajaan Tarumanagara sering mengirim utusan ke negeri Cina. Hubungan kerja sama dan persahabatan tersebut, membuat Kerajaan Tarumanagara menjadi aman dari gangguan atau serangan Kerajaan Cina.



Sumber : Buku Sejarah karya Nana Supriatna 

Verbal Sentence

Verbal Sentence
Verbal Sentence

Verbal Sentence (Kalimat Verbal) adalah kalimat yang predikat berupa kata kerja (verb).
Contoh :
- I study hard everyday = saya belajar giat setiap hari
- He come with her sister = dia datang dengan saudara perempuannya
- We eat rice everyday = kita makan nasi setiap hari
 Kata study (belajar), come (datang), eat (makan) merupakan kata kerja (verb).

Apabila dilihat dari jenisnya, kalimat verbal dapat digolongkan menjadi:

1. Kalimat Verbal Positif
Kalimat verban positif ini dapat digolongkan sebagai kalimat berita (affirmative sentence). Bentuk kalimat seperti ini pada umumnya digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa.
Contoh :
- She walks to school = dia berjalan ke sekolah
- My sister helped my mother after school = saudara perempuanku membantu ibuku setelah sekolah
- They like dine with us = mereka suka makan malam dengan kita

2. Kalimat Verbal Negatif
Kalimat verbal negatif atau dapat disebut sebagai kalimat menyangkal dibentuk dengan menambahkan do, does atau did ditambah not yang diletakkan sebelum kata kerja. Bentuk kalimat seperti ini pada umumnya digunakan untuk menyangkal suatu perbuatan atau peristiwa.
Contoh :
- She does not walk to school = dia tidak berjalan ke sekolah
- My sister did not helped my mother after school = saudara perempuanku tidak membantu ibuku setelah sekolah
- They do not like dine with us = mereka tidak suka makan malam dengan kita
Ingat! Penggunakan do dan does harus disesuaikan dengan subyek yang dipakai dalam kalimat.

3. Kalimat Verbal Tanya
Kalimat verbal tanya dibentuk dengan meletakkan do, does atau did di awal kalimat atau sebelum subyek. Bentuk kalimat seperti ini pada umumnya digunakan untuk menanyakan apakah suatu perbuatan atau peristiwa itu terjadi.
Contoh :
- Does she walk to school? = apakah dia berjalan ke sekolah?
- Did my sister help my mother after school? = apakah saudara perempuanku membantu ibuku setelah sekolah?
- Do they like dine with us? = apakah mereka suka makan malam dengan kita?

4. Kalimat Verbal Perintah
Kalimat verbal perintah pada umumnya digunakan untuk memerintahkan seseorang melakukan sesuatu.
Contoh :
- Write a lesson! = Tulis pelajaran itu!
- Go out! = Pergi keluar!
- Don’t leave me! = Jangan tinggalkan aku!
- Will you open the door, please! = maukah kamu membuka pintu itu!
- Let’s begin the meeting! = Mari kita mulai rapat itu!

CATATAN :
1. Dalam kalimat verbal positif, kata kerjanya ditambah s/es apabila menggunakan subyek He, She dan It. Sedangkan untuk subyek, I, You, We dan They maka kata kerjanya tanpa ditambah s/es
2. Dalam kalimat verbal negatif harus disertai kata kerja bantu do/does/did yang ditambah dengan not.
Does digunakan apabila subyeknya He, She, dan It, sedangkan Do digunakan apabila subyeknya I, You, We dan They. Kalau Did digunakan untuk semua subyek. Kata kerja yang digunakan pada kalimat verbal negatif harus berbentuk kata kerja dasar (infinitive).
3. Dalam kalimat verbal interrogative (tanya) kata kerja bantu do/does dan did diletakkan di awal kalimat. Kata kerjanya juga harus berbentuk kata kerja dasar (infinitive).
4. Kalimat verbal perintah dimulai dengan kata kerja dasar (infinitive) tanpa to., sedangkan kalimat perintah yang bersifat melarang selalu diawali dengan kata don’t. Apabila Anda menerima suatu perintah, maka jika Anda menerimanya dapat Anda jawab dengan :
All right (Baiklah)
Sure, I will (Baiklah)
Okay, I will (Baiklah)
Of course I will (Baiklah)
Yes, I will (Baiklah)
Apabila Anda hendak menolak perintah tersebut, Anda dapat menjawab dengan :
All right, I won’t (Saya tak bisa)
Sure, I won’t (Saya tak bisa)
Okay, I won’t (Saya tak bisa)
Of course, I won’t (Saya tak bisa)
No. I won’t (Saya tak bisa)

Itulah pembahasan kita mengenai verbal sentence. Semoga bermanfaat.


Sumber : Buku English Grammar karangan Drs. Rudy Hariyono

Monday, November 14, 2016

Kerajaan Ho-ling (Kaling)

Kerajaan Ho-ling (Kaling)
Kerajaan Ho-ling (Kaling)

Selain di Jawa Barat, pengaruh tradisi Buddha berkembang pula di Jawa Tengah. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya Kerajaan Ho-ling sekitar abad ke-7 M.

Menurut berita Cina dari zaman Dinasti Tang (618-906 M) disebutkan bahwa di Pulau Jawa pernah berdiri sebuah Kerajaan Ho-ling yang letaknya di Cho-po (Jawa). Disebutkan pula bahwa kerajaan tersebut telah mengirim utusan ke Negeri Cina pada 647 M, 666 M, 818 M dan setelah itu tidak pernah mengirim utusan lagi.

Menurut ahli sejarah, nama Ho-ling digunakan untuk menyebut Kerajaan Kaling yang letaknya di sebelah utara Jawa Tengah. Seorang pendeta Buddha Cina, I Tsing menyebutkan bahwa pada 664 M seorang yang bernama Hwining datang ke Ho-ling dan tinggal menetap selama tiga tahun (664-667 M). Dengan bantuan Jinanabhadra (seorang pendeta Ho-ling), Hwining menerjemahkan kitab suci agama Buddha-Hinayana dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Cina.

Perekonomian Kerajaan Ho-ling diberikan oleh Berita Cina yang menyatakan bahwa masyarakatnya menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah.

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kerajaan Ho-ling sudah tertata secara baik. Hukum berjalan dengan baik dengan raja yang tegas dan adil kepada rakyatnya, termasuk kepada keluarga kerajaan. Penegakan hukum sangat dijalankan, terutama pada masa pemerintahan Ratu Sima.



Sumber : Buku Sejarah karya Nana Supriatna

Kesultanan Banten

Kesultanan Banten
Kesultanan Banten

Pada 1526 M, pasukan gabungan Sunan Gunung Jati dan Demak berhasil merebut Banten dari Kerajaan Sunda. Pusat pemerintahan yang semula di Banten Girang dipindahkan ke Surosowan. Pemindahan pusat kesultanan itu dimaksudkan agar Banten melalui laut dapat berhubungan dengan kota-kota pelabuhan lainnya di Pulau Jawa, Sumatera, dan Selat Malaka. Sejak saat itu, kota Pelabuhan Banten menjadi ramai dikunjungi oleh para pedagang dari dalam dan luar negeri.

Pendirian Kota Surosowan sebagai pusat Kesultanan Banten dilakukan oleh Sunan Gunung Jati. Atas persetujuan Kerajaan Demak, putera Sunan Gunung Jati, Maulana Hasanuddin diangkat menjadi sultan Banten. Di bawah pemerintahan Maulana Hasanuddin, Kesultanan Banten berkembang menjadi kesultanan Islam yang bercorak maritime. Ia memerintah selama 18 tahun (1552-1870 M) dan berhasil menanamkan dasar Islam di Banten. Selain itu, ia banyak mendirikan masjid, pondok pesantren, dan mencetak kader-kader kiai. Kejayaan Banten terus berlangsung sampai masa pemerintah Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682 M).

Kejayaan Kesultanan Banten pada masa lalu tampak dari peninggalan sejarahnya. Masjid Agung Banten, Keraton Surosowan, Masjid Pancian Tinggi, Meriam Ki Amuk, dan Pelabuhan Perahu Karanghantu. Peninggalan sejarah tersebut menunjukkan bahwa tingkat sosial budaya masyarakat Banten sudah cukup tinggi.



Sumber : Buku Sejarah karya Nana Supriatna

Kesultanan Gowa Tallo (Kesultanan Makassar)

Kesultanan Gowa Tallo (Kesultanan Makassar)
Kesultanan Gowa Tallo (Kesultanan Makassar)

Gowa-Tallo adalah kesultanan yang bercorak agama dan budaya Islam. Kedua kesultanan itu berpusat di Sombaopu (Makassar). Selain Gowa-Tallo, di Sulawesi Selatan terdapat pula kesultanan Islam lainnya, yaitu Bone, Soppeng, Wajo, dan Luwu.

Pada 1605 M, Sultan Gowa-Tallo, Kraeng Tuningallo memeluk agama Islam dan memakai gelar Sultan Alaudin Awwalul Islam. Ia kemudian menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan. Ia mengajak Bone, Soppeng, Wajo dan Luwu untuk memeluk agama Islam. Namun, mereka menolak dan terjadilah peperangan yang dimenangkan oleh Gowa-Tallo. Sejak saat itu, agama Islam menyebar luas di Sulawesi Selatan.

Pada 1639 M, Sultan Alaudin wafat. Kedudukannya digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad Said (1639-1653 M). Raja Gowa-Tallo yang paling berarti menentang belanda adalah Sultan Hasanuddin yang mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur.

Pada saat tentara Belanda yang dipimpin oleh Cornelis Spellman menyerbu Makassar dan Pulau Buton, Sultan Hasanuddin terdesak dan terpaksa menerima tawaran berunding dan menghasilkan Perjanjian Bongaya (1667 M). Dengan perundingan tersebut, Belanda memperoleh hak monopoli dagang di Makassar, memperoleh izin mendirikan Benteng di Makassar dan Kerajaan Gowa-Tallo harus melepaskan daerah Bone dan pulau-pulau lainnya.

Gowa-Tallo merupakan pusat perdagangan terpenting di Indonesia bagian Timur. Para pedagang dalam dan luar negeri banyak yang berdagang di sana. Hasil buminya terutama rempah-rempah merupakan barang dagangan yang laku di pasaran dunia. Setelah Belanda melakukan monopoli dagang, perdagangan di Kesultanan Gowa-Tallo menjadi lumpuh. Rakyat tidak bebas berdagang karena barang dagangannya harus dijual kepada Belanda dengan harga yang telah ditentukan.

Perkembangan sosial Kesultanan Gowa-Tallo telah berjalan cukup baik. Kehidupan sosial-budayanya dipengaruhi oleh agama Islam. Sebelum pengaruh agama dan budaya Islam masuk, kehidupan sosial Kesultanan Gowa-Tallo dipengaruhi oleh kebudayaan pra-Islam. Bahkan, sampai sekarang sebagian penduduk Sulawesi Selatan masih mempertahankan kepercayaan warisan nenek moyangnya.



Sumber : Buku Sejarah karya Nana Supriatna.

Kesultanan Ternate dan Tidore

Kesultanan Ternate dan Tidore
Kesultanan Ternate dan Tidore

Di Kepulauan Maluku terdapat empat kesultanan yang bercorak Islam, yaitu Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan. Namun, hanya Ternate dan Tidore yang berkembang menjadi kesultanan Islam yang besar. Raja-raja sebelumnya bergelar kolano, namun setelah pengaruh Islam masuk, gelar kolano berubah menjadi sultan.

Kesultanan Ternate dan Tidore sering berselisih akibat persaingan dalam perdagangan. Kedua kesultanan tersebut kemudian membentuk persekutuan dagang. Ternate bersama Bacan, Obi, Seram, dan Ambon membentuk Ulil Lima, yaitu persekutuan lima bersaudara yang dimimpin oleh Ternate. Kesultanan Tidore membentuk Uli Syiwa, yaitu persekutuan sembila bersaudara yang dipimpin oleh Tidore.

Persaingan antara Kesultanan Ternate dan Tidore menjadi semakin tajam setelah Portugis dan Spanyol datang di Maluku. Ternate bersekutu dengan Portugis sedangkan Tidore dengan Spanyol. Dengan alasan untuk melindungi Ternate, Portugis mendirikan benteng pertahanan Sao Paolo dan menerapkan politik monopoli dagang. Tindakan tersebut mendapat reaksi dari rakyat. Sultan Ternate yang bernama Sultan Khairun tampil memimpin rakyat mengusir Portugis dari Maluku (1550-1570 M).

Ternate dan Tidore dikenal sebagai penghasil rempah-rempah yang laku di pasaran dunia, seperti cengkih dan lada. Selain dari perdagangan, sumber penghidupan rakyat Maluku diperoleh pula dari pertanian. Masuknya agama Islam telah memengaruhi kehidupan rakyat Ternate dan Tidore. Hal tersebut ditunjukkan oleh peninggalan sejarah berupa bangunan masjid, bangunan bekas keratin, dan benteng pertahanan. Sejalan dengan ajaran Islam, kesultanan Ternate dan Tidore menerapkan sistem pemerintahan teokrasi.



Sumber : Buku Sejarah karya Nana Supriatna